Rabu, 03 Oktober 2012

FanFiction "Bloody Rose" Eighth Night : 'Friends'


Title                 : Bloody Rose
Categories       : FanFiction
Genre              : Horror, Romance,Agnst, Family
Rating                   : Teenagers
Author             : Yuki Akanishi
Theme song    : Boku wa vampire – Hey! Say! JUMP & Love Story (instrumental)
Disclaimer       : cerita ini terinspirsi dari beberapa cerita yang sudah ada. Dan selama 2 tahun pengerjaan akhirnya berani mengeluarkannya juga haha

Cast                 :
  - Nishiuchi Mariya as Yoshira Sachika (chika)
  - Sato Shori as Yoshira Shima
  - Akanishi Jin as Yoshira Takeda
  - Yokoyama Yu as Yoshira Ryouta
  - Nakajima Kento as Narashika Ryu
  - Fujigaya Taisuke as Kazuya Iruka


White vampire

- Yamada Ryosuke as Mizukawa rei
- Yaotome Hikaru as Yakushi Rino
- Okamoto Keito as Kazeni Hayato
- Nakayama Yuma as Akiyama Ken
- Shida Mirai as Haruno Yuuki
- kawashima Umika as Shizune Aiko
- Manami Oka as Kakozu Yujin
- Kyomoto Taiga as Taki Tama
- Matsumura Hokuto as Mohisa Hokku
- Sato Shori as Yoshira Shima
Black vampire

- Matsumoto Jun as Rein Sabakuno
- Kutsuna Shiori as Haruma Sharena
- Shimazaki Haruka as Sakurano Seiya
- Morimoto Shintaro as Keitsuke yuuka
- Kamenashi Kazuya as Jack Hikigame
- Kikuchi Fuma as Kikuchi Kaiya
- Takaki Yuya as Kenichi Hiro
- Chinen Yuri as Takajima Kiya


Preliminary :
 “andai aku bisa memilih aku ingin orang-orang yang ku sayang selalu ada di dekapku… andai aku lebih kuat… aku ingin melindungi mereka hingga tetes darahku yang terakhir…” terbesit keinginan kecil dari seorang gadis remaja berusia 16th  bernama chika. Kehidupannya perlahan berubah dikala satu persatu keluarganya menghilang. Saat itu serangan vampire sedang gencar meraja rela dikota kelahiran chika.
Hal itu membuat trauma dan beban yang cukup dalam mengguncang hidupnya. Dan kenyataan pahit yang harus ia terima, keluarga yang paling ia sayangi menjadi sosok yang tak ingin ia temui seumur hidupnya….
“ aroma darah mu begitu menggoda…” kata itubagai sebuah kutukan untuk chika. Dirinya terus  di hantui serangan vampire yang ingin mengisap darahnya. Walau ia selalu di ambang kematian, namun ia selalu diselamatkan oleh sosok vampire yang justru sangat membutuhkan darahnya ; kazuya iruka...
Dan sebagai balas budi pada kazuya—bagi chika, saat masuk SMA—di sekolah yang didirikan kazuya—harus menerima sebuah pekerjaan yang membuat ia berperang melawan batinnya.
Antara hidup dan mati… dan kata-kata yang baginya kutukan, terus membelenggu… hingga perang besar diantara vampire pun terjadi  yang ikut bergelut mengancam hidupnya... Untuk mencapai siapa yang terkuat dan paling abadi…



Friends
Waktu terasa semakin merambat menggerogotiku. Kentara kejadian malam itu membuat ketidak seimbangan dalam hari-hariku. Semakin tak ada seorang pun yang berani menyapa bahkan menghindar saat aku melintas di hadapan mereka.
Aku kembali, menjadi zombie.
Hanya kepedihan yang menyelimuti diriku. Tertatih dalam menerima semua kehampaan. Kini aku benar-benar sendiri. Tanpa seorang pun, apa lagi teman.
Dalam benak masih terus menyangkal dengan apa yang telah terjadi. Aku lebih terima dia – adikku – mati dalam keadaan mutlak. Dari pada keabadiannya yang membuat Ia semakin jauh dariku. Pikiran itu berkecamuk.
“Chika-chan, kalau kamu mau istirahat gak apa-apa kok, biar aku yang patroli sendirian malam ini!! “ ujar Ryu yang terlihat begitu khawatir kepadaku. Hanya Dia yang tak pernah jera dengan kebekuan sikap ku.
  “Daijoubu !(tidak apa-apa)” ujarku seraya mengikat sehelai kain berwarna putih – lambang petugas patrol – dari loker ku.
“ya udah kalau gitu kita gak usah pisah, gimana?” usulnya, kentara jelas sangat mengkhawatirkan ku.
“daijoubu !!” ulang ku, yang lebih menekankan kata-kata itu. Ia pun tak banyak menggubrisku.
Malam ini aku kembali menelusuri sekolah. Bermodalkan senter kecil untuk penerang – karena tak semua lampu dinyalakan di malam hari. Tangan kananku  terkatup menggengggam sejata yang hampir tak pernak ku gunakan.
Sekilas lampu senter ku menangkap seorang gadis yang duduk pada sebuah kursi di koridor. Jemarinya menutup sebagian wajahnya, sinar dari senter ku mengenai matanya ; Yujin.
Perlahan aku menghampiri.
“bisakah kamu singkirkan cahaya itu !” ujarnya dengan suara yang lembut. Aku langsung menurunklan tangan kiri ku.
“Chika-nēchan ya??” ujarnya kembali dan lansung menarik tangan ku untuk duduk di sampingnya.
Malam ini tak sepenuhnya gelap, sinar rembulan begitu terang hingga mataku masih bisa meraba apa yang ada si hadapanku.
“aku  mohon jangan penggil aku seperti itu !!” tukas ku sebelum Ia kembali membuka mulutnya.
“doushitte? Shima yang sering menceritakan tentang nēchan kepada ku. Aku suka nēchan, nēchan gadis yang luar biasa!”
“kau terlalu melebih-lebihkan!”
“tapi aku tahu, kau sangat menyayangi adikmu. Walau kini kau tak ingin melihatnya. Andai kau diberikan sebuah pilihan pasti kau takkan membiarkan hal ini terjadi pada Shima-kun, atau bisa di katakan ‘lebih baik kau yang mengalaminya’. Benarkan, nēchan?” mulutnya tak henti berbicara seolah Ia dapat membaca semua isi hatiku.
Apa memang itu ke ahlianya?
Tapi sangat mengusik ku!!
“apa kau senang bisa membaca itu semua.” gertakku sengit.
“dan kelihatannya nēchan tak senang !!” tepat seperti dugaan ku. Dia pun bisa membaca isi di otakku.
“kenapa kamu gak kekelas?” Ia hanya menggelengkan kepala. Air mukanya berubah sedih seketika. Andai aku bisa menebaknya.
“kenapa?” ku lontarkan kata pamungkas mengobati rasa penasaran.
“kamu gak akan bisa menebak pikiran ku. Karena kamu gak bisa lakukan itu.”
“aku tak memperdulikan hal itu, dan berhenti membaca pikiran ku!! Cepat katakan, kenapa kamu gak  masuk kelas??”
“Aku gak punya teman.” Jawabnya singkat.
“Shima ??” nadaku melemah.
“Dia lebih serimg bersama dengan teman pria yang lain. Sedangkan aku canggung dengan sempai wanita yang terlihat tak bersahabat itu.”
“kau tak mencoba untuk mendekati mereka, kau tak punya rasa percaya diri.”
“bukankah nēchan juga seperti itu??” Ia membalikan kata-kataku. Seganap rasa kesal di hati mulai merambat naik ketenggorokanku. Ingin rasanya aku menghindar dari gadis yang cerewet ini.
“nēchan maafkan aku. Tapi sungguh, pikiranmu terus terbaca olehku. Aku janji gak akan mengutarakan apa yang ada di hati maupun di pikiranmu. Tapi aku mohon jangan menghindari aku!!”
Itu lebih mudah dari yang kubayangkan.
Ia langsung mengetahui apa-apa yang melintas di kepalaku ini.
Baguslah.
Sejenak Ia terdiam. Wajahnya yang lembut membuat Ia terlihat seperti manekin. Lagi-lagi rasanya aku ingin sekali menebak apa yang ada di benaknya. Sikap anak aneh ini membuat aku penasaran.
“ku dengar dulu kau seorang anak bangsawan dari german?”  Ia hanya mengangguk menegaskan.
“singkirkan wajah rumit mu itu!! Bukannya kau sendiri yang bilang mustahil aku bisa membaca pikiran mu.”
“nēchan, kau ini sangat kikuk dan emosional !”
“aku gak minta pendapat tentang diriku !” gumanku seraya beranjak ingin meninggalkanyna.
“kawaii!!” serunya tiba-tiba, membuatku menoleh ke arah seekor kelinci nerwarna putih. Kelinci angora dengan bulunya yang lembut dan tebal. Di hiasi dengan pita berwarna merah yang dijepitkan pada bulu di sekitar telingannya.
Yujin berlari kecil manghampirinya. Kelinci itu tampak mewah dan anggun. Mereka berdua terlihat sama anggunya.
Namun pandangan itu berubah sekejap saat warna merah menyala itu muncul menggantikan bola hitam di mata Yujin. Taringnya keluar, Ia langsung mengoyak dan menghisap darah kelinci itu.
Aku terkejut melihatnya. Mulutku setengah terbuka saking terkejutnya.
“Juliet !!” ujar seseorang yang tiba-tiba datng merampas kelinci malang itu.
Seketika wajah lembut Yujin kembali. Mulut itu penuh di lumuri darah. Terlihat matanya yang berkaca-kaca dan merasa bersalah.
“apa yang kau lakukan pada Juliet-ku!!” bentaknya.
“gomenasai, Rino-sempai.” Air matanya mengalir di pipinya yang merona.
“kau benar-benar yang terburuk !!” ujarnya yang langsung melesat cepat pergi melewati koridor – terasa hembusan angin yang menerbangkan rambutku.
Sejanak keheningan menerpa.
Bau darah itu mengambang di hidungku – tak begitu menyengat. Ku ambil sapu tangan dari saku dan kujulurkan padanya.
“bersihkan!! Sebelum aku muntah melihatmu.” Ia membersihkan sisa darah itu dari mulutnya. Air matanya terus mengalir menghiasi wajahnya yang secantik boneka itu.
“aku tidak di terima dimana pun!! Semuanya menolak kehadiranku.” Keluhnya.
Aku menariknya duduk di kursi semula. Tanpa sadar jemariku menghapus air mata di pipinya.
“tak ada yang mengerti diriku!!” lanjutnya.
“aku ngerti kok !! kamu vegetarian kan? Atau lebih tepatnya tak meminum darah manusia.” Simpul ku yang mungkin tepat. Karena dari awal aku tak merasa resah berada di sampingnya – Ia tak sedikit pun terlihat nafsu ingin memangsa ku seperti vampire lainnya.
“dari mana nēchan tahu??”
Dasar bodoh!! Jelas-jelas aku melihatnya tadi…
“ungkapkan saja, aku memang bodoh.” Ucapan lugunya membuatku tersenyum – menahan tawa. Aku lupa kalau Ia bisa membaca pikiranku. Mukanya tampak merah padam dan itu membuatku lepas tertawa – hal yang hampir tak pernah ku lakukan.
Aku membelai rambut rambut ikalnya. Kulontarkan kata-kata yang tanpa kupikirkan lagi untuk di ucapkan.
“jangan sedih, aku mau menerimamu ; sebagai teman.”
Wajah cerah sekejap mengganti ari matanya. Saking senangnya ia terlihat sedikit melonjak memelukku.
“arigatou, nēchan!!” ujarnya ceria. Entah mengapa aku pun ikut gembira.
Anak yang tak tertebak oleh siapapun. Yang bawel dan cerewet – terasa sangat mengusikku. Membuat bongkahan es di hatiku sedikit mencair.
Anehnya anak itu terkesan jadi penurut denganku. Paman tampak sangat senang dengan kedekatan diantara kami yang terlihat cukup mencolok itu. Yujin kerap kali menyapaku dengan riang saat bertemu.
Dan aku membalasnya dengan sunggingan senyum yang membuat mereka tercengang melihatnya – murid night class.

“sugoi !! anak itu benar-benar luar biasa!!” ujar seorang murid night class bert ubuh jangkung kurus dan berambut pirang ; Yakushi Rino.
“tak aneh bagiku, aku sudah melihat ini sebelumnya.”  Sambar seorang gadis berambut hitam sebahu dengan wajahnya yang semulus porselin ; Shizune Aiko.
“ehh, hontou? Kenapa kau tidak memberi tahu??” cetus pria itu kembali.
“apa itu penting!” tukasnya. Dengan nada begitu datar.
“ya setidaknya dia sudah tidak membenci sosok kita lagi!”
“ kau yakin? Mungkin kalau kau vegetarian aka dapat perlakuan yang sama oleh gadis itu!” ucapanya tedengar ketus namun nada bicaranya masih tetap datar.

Malam demi malam terus berlanjut. Perkembangan generasi kedua mulai terlihat sedikit demi sedikit meningkat. Namun Shima, ia masih kuragukan.
Yujin memberitahuku agar tak terlalu khawatir. Karena dari awal paman sudah melatih dia untuk mengontrol rasa hausnya.
“Nēchan!!” teriaknya seraya memelukku.
Shima selalu menyapaku dikala pintu gerbang itu terbuka. Ia nomor satu keluar hanya untuk memelukku. Walau sering kuabaikan dan buru-buru kulepaskan – aku risih mendengar bisikan demi bisikan yang terlontar dari mulut kemulut semua murid.
Malam ini pun berjalan seperti layaknya malam biasa. Bulan tampak hampir penuh di hiasi taburan bintang yang bercahaya seindah berlian.
Entah sejak kapan aku jadi suka suasana malam hari. Begitu tenang, sejuk, dan damai.
Kudongakkan kepala menatap bintang yang berkilauan. Tampak dua bintang yang besar dan bersinar di antara yang lain.
Kentara jelas langit itu seolah tergambar dua wajah orang yang paling aku sayangi di dunia ini – selain Shima.
“okāsan… otōsan…” bisikku lirih.
Hatiku miris mengingat mereka. Senyum menawan yang selalu kurindukan.
“kalian dimana?” gumanku.
Kupalingkan wajah dari gugusan-gugusan cantik itu. Mencoba menahan air mata yang sedari tadi hgampir keluar – mataku sudah berkaca-kaca.
Aku menoleh pada sebuah pohon dan terdapat sesosok orang yang membuatku terkejut. Jantungku terasa ciut dengan sosok itu – sosok seseorang seperti tersangkut dibatang pohon.
Tanpa rasa curiga aku segera menghampiri sosok yang sepertinya aku kenal itu – ia memakai seragam night class.
“Mohisa-kun!!” teriakku. “ngapain kamu disini?” bentakku sambil menyoroti wajahnya dengan senter.
“nande!!” jawabnya.
Ia tidur diatas pohoh!! Bukankah aku baru saja melihatnya di kelas tadi??
Otakku berputar. Heran.
“cepat kembali ke kelas!” bentakku kembali.
“aku sudah di kelas!”
“arienai (mustahil) usodayo (jangan bahong)!”
Ia memalingkan wajah dan kembali tidur – posisinya terlihat amat nyaman.
“hey!” teriakku jengkel.
“hokku!!” ia sedikit melirik mendengar suara itu, aku pun menoleh. Shima?
“Nēchan!!” sapanya semeringah.
“ah, hokku cepat kembali ! kloningmu sudah menghilang. Sebentar lagi pamanku masuk, ayo cepat!! Sebelum Ia curiga.” Ujarnya terengah-engah karna intonasinya yang terlalu cepat – itu memang kebiasaannya saat berbicara.
Hokku tak sedikitpun merubah posisi, melainkan hanya membuat duplikat dirinya.
“nani kure(apa-apaan ini)!” bentakku sewot. Shima langsung menarik duplikat itu dan kembali kekelas.
Dengan jengkel aku pun pergi meninggalkan ia yang kembali tidur. Otakku seperti mesin yang sedang bekerja  mencari rencana untuk membalas anak ini.
Setelah sepersekian detik aku menemukan ide konyol yang bagiku mustahil paman akan menolak gagasan ini. Rencana yang jelas hanya untuk mengertaknya.
Tepat seperti dugaanku, paman langsung menyetujui rencanaku yang berniat mengabsen setiap murid night class – hal yang belum pernah dilaksanakan sebelumnya.  Demi keamanan, tukasku.
Akupun turun tangan sendiri untuk mengabsen. Dengan mengandalkan nama patroli, demi mengobati rasa kesalku terhadap bocah itu – sesungguhnya aku canggung berhadapan dengan mereka secara langsung.
Ryu pun hanya manut mengikuti peraturan yang baru kubuat ini. Di malam selanjutnya kami segera bergegas masuk ke ruang kelas yang ditempati mereka.

“jangan berisik, ada yang mau mengabsen kita!!” ujar Aiko tiba-tiba, dengan wajah yang tampak tenang.
“absen? Memang sering ada yang bolos ya?” sambar Yuuki yang langsung menghampiri Aiko.
“aku cuma sekali, itu pun langsung dimarahi Chika-nēchan!” ujar Yujin yang merasa dirinya tersinggung.
“siapa yang mau mengabsen kita, Aiko?” Tanya Ken. Dengan menyeringitkan alis, heran.
“dia!” Aiko menunjuk kearah pintu.

“Konbanwa!” sapaku masuk ke kelas di iringi Ryu dan Kazuya.
“hari ini ada peraturan baru, aku akan mengabsen kalian semua. Demi keamanan!”
Beberapa di antara mereka tampak menyungging senyum tipis tanda tak suka. Aku langsung memulai, menyebutkan nama mereka satu persatu – paman sudah menyiapkan datanya, karena aku tak menghafal semua nama mereka.
“Akiyama Ken!” ujarku lantang.
“hai!” jawabnya.
“Haruna Yuuki…”
“hai!”
“Kokouzu Yujin…”
“hai, Nēchan!”
“Taki Tama… Taki Tama?”suaraku semakin meningkat saat tak ada jawaban.
Yang lain pun langsung menoleh kearah pria yang duduk dekat jendela. Ia hanya menjentikan jarinya tanpa wajah yang merasa bersalah.
“Yakushi Rino…”
“h a i…” jawabnya dengan bernada. Sambil mengelus-elus kelinci kesayangannya. Jujur hal itu menyita perhatianku. “kelinci Rino-sempai gak mati?” tanyaku tiba-tiba. Seakan lupa akan hal yang sedang kukerjakan.
“tidak, yang untunglah karena kekuatan cintaku kepada Juliet, ia terselamatkan!” ujarnya yang sedikit terdengar menyindir seseorang.
Yujin tampak murung merasa bersalah.
“apa kenlici itu menjadi vampire?” pertanyaan bodoh itu keluar dari mulutku.
“ehh??”semua orang di kelas memandangku heran.
“maksudnya?” Rino balik bertanya dengan begitu heran.
“ya… dia kan di gigit vampire? Apa dia sekarang berubah menjadi vampire?”
“Chika-chan, baka jane yo (jangan bodoh)!”
Serempak semua mencibir memandang bodoh kearahku. Namun Rino dan Ryu, tertawa mereka meledak dan itu yang membuat aku terlihat benar-benar bodoh.
“Chika-chan, kamu ngelawak ya?” ejek Ryu.
“urusai!” aku menunduk dan wajahku merah padam.
“lanjutjkan Chika!” sergah kazuya yang seolah mengembalikan posisiku.
Ini saatnya balas dendam!!
Dua orang diantara mereka lansung menoleh menatapku. Mereka mengerutkan dahi dan menuggu apa yang ingin kulakukan. Aku bisa menduga, karena mereka berdua bisa membaca pikiranku – Yujin tentunya, dan juga Rei ; murid angkatan pertama yang sangat tenang dan pendiam.
“Mohisa Hokku!”
“hai !” jawabnya.
Aku membidikkan senjataku kearahnya. Kontan membuat semua murid terbaealak menatapku.
“hey, jangan main-main dengan alat itu!!” ia tampak panic.
“hanya untuk memastikan, ini kau yang asli atau sekedal kloninganmu!” aku tersenyum puas.
“ini aku yang asli, tanya Shima kalau kau tak percaya!”
“benar Nēchan, itu Hokku yang asli!”sambar Shima membelanya.
“kenapa aku harus mempercayaimu!”
“aku gak bohong!”
“kenapa kamu jadi mudah diperalat seperti ini!”
“gak, aku gak di peralat! Hokku teman yang baik.”
“teman yang baik takkan pernah merugikan temannya!” bentakku. Suasana berubah menjadi kalut. Aku langsung pergi dengan membanting pintu kelas – tak melanjutkan absen bodoh itu lagi.
“Chika-chan!” Ryu menyusulku. Ia sedikit berlari kecil mengimbangi langkahku. Ia tampak bingung seolah tak berani mengotak-atik wajah masamku. Rencana yang kurasa hancur begitu saja. Mengapa aku jadi membantak-bentak Shima?
Malam ini terasa memalukan untukku. Teman, adalah suatu hal yang bodoh!!

“wanita arogan!” ujar ken dengan sorot matanya yang sinis.
“cocok seperti tugasnya!” sambung Tama.
“walau begitu, Ia cukup banyak berubah!” Rino sedikit membela.
“tampak lebih menyeramkan buatku!” sergah Kaze.
  “tolong berhenti mengguncing kakakku!” Shima berusaha membela, suaranya tampak sedikit gemetar ketakutan.
“Nēchan orang yang baik!” Yujin ikut membantunya.
“kita mulai kelas ini!” suara menggema kazuya memecah obrolan kecil di ruang kelas. Semua seakan tunduk dengan perintahnya


-;-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar